Dengan pengesahan ini, lapisan penghasilan orang pribadi (kurung) yang dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) terendah sebesar 5 persen dinaikkan menjadi Rp60 juta.
Jakarta, 10/7/2021 Kementerian Keuangan – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna hari ini, Kamis
(10/7/2021).
Di sisi lain, pemerintah mengubah tarif dan menambahkan lapisan pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar. Perubahan tersebut ditekankan untuk meningkatkan keadilan dan dukungan bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah, termasuk pengusaha UMKM perorangan dan UMKM korporasi, serta bagi perorangan yang lebih mampu membayar pajak lebih banyak.
.
RUU HPP juga menetapkan tarif pajak penghasilan badan sebesar 22 persen untuk tahun fiskal 2022 dan seterusnya, sejalan dengan tren perpajakan global yang mulai meningkatkan pendapatan dari pajak penghasilan dengan tetap menjaga iklim investasi. Tarif ini lebih rendah dari rata-rata tarif pajak penghasilan badan untuk negara-negara ASEAN (22,17%), negara-negara OECD (22,81%), negara-negara Amerika (27,16%), dan negara-negara G-20. (24.17%)
Selain itu, RUU HPP juga mengatur perluasan basis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan mengurangi fasilitas dan fasilitas pembebasan PPN. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial dan beberapa jenis pelayanan lainnya akan diberikan fasilitas bebas PPN.
Sementara itu, pemerintah juga menetapkan tarif tunggal untuk PPN. Kenaikan tarif PPN tersebut disepakati dilakukan secara bertahap, yakni menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. Kebijakan ini mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha. yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. Jika dilihat secara global, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4%, dan juga lebih rendah dari Filipina (12%), China (13%), Arab Saudi (15%), Pakistan (17%) dan India (18%).
Dalam RUU HPP juga terdapat terobosan baru yaitu mengintegrasikan database kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan. Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi akan semakin memudahkan Wajib Pajak orang pribadi dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
Namun penggunaan NIK tidak berarti seluruh warga negara Indonesia wajib membayar pajak penghasilan, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif membayar pajak yaitu apabila orang pribadi memiliki penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi. pengusaha memiliki omzet kotor lebih dari Rp500 juta setahun.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga diterapkan dalam RUU HPP ini. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dan dilaksanakan berdasarkan prinsip kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. PPS akan berlangsung pada tanggal 1-30 Juni 2022.
RUU HPP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rangkaian reformasi perpajakan yang telah dilakukan selama ini, baik reformasi administrasi maupun reformasi kebijakan. RUU ini juga akan menjadi batu loncatan yang sangat penting bagi proses reformasi selanjutnya. Implementasi berbagai ketentuan yang tertuang dalam RUU HPP diharapkan dapat berperan dalam mendukung upaya percepatan pemulihan ekonomi dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.